Muhammadiyah melihat ada indikasi pihak tertentu untuk menghilangkan peran ulama/Islam di Indonesia.
“Ada upaya mau hilangkan peran ulama/Islam maka Muhammadiyah mengingatkan jangan coba pernah melakukan hal itu,” kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag pada acara resepsi Milad Muhammadiyah ke-107 H/104 M dengan tema: “Membangun Karakter Bangsa Menuju Indonesia Berkemajuan” yang berlangsung di pelataran parkir Gedung Pascasarjana UMSU Jalan Denai Medan, Minggu (27/11), dihadiri ratusan warga Muhammadiyah dari sejumlah kabupaten/kota di Sumut.
Acara dimeriahkan korps paduan suara UMSU. Turut hadir Rektor UMSU Dr Agussani, MAP, Wakil Rektor Dr Muhammad Arifin Gultom, Akrim, M.Pd, Rudianto, M.Si, Kepala Observatorium Ilmu Falak (OIF) Dr Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Ketua Panita Resepsi Milad Muhammadiyah yang juga Dekan FAI Dr Muhammad Qorib serta sivitas akademika UMSU. Selain itu hadir Ketua dan unsur PW Muhammadiyah Sumut Prof Dr Hasyimsyah Nasution, Prof Dr Ibrahim Gultom, Prof Dr Nawir Yuslem, Ibrahim Sakty Batubara, tokoh Muhammadiyah Prof Dr Asmuni serta Drs H Mukhtar Abdullah, Ketua Aisyiyah Sumut Elynita, pengurus MUI Sumut Arso, pimpinan Pemuda Muhammadiyah serta Ortom lainnya.
Wakil Ketua MUI Pusat ini mengatakan, peran ulama melahirkan negara Indonesia telah ditegaskan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. “Bukan TNI yang melahirkan negara Indonesia melainkan peran santri, ulama dan tokoh Islam,” ujarnya.
Terkait dengan hal itu sekaligus menyambut Muhammadiyah memasuki usia 107 H/104 M, menurut Prof Yunahar, Muhammadiyah menginginkan dan mendorong bangsa ini memiliki akidah/karakter sesuai empat hal: Pertama, bangsa Indonesia menjadi bangsa religius dan taat beragama. Agama harus diletakkan pada posisi paling tinggi sesuai pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan karena berkat rahmat Allah Indonesia merdeka dan negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang bernilai Tauhid. Untuk itu Muhammadiyah secara tegas menyatakan tidak ada tempat PKI/komunis di Indonesia.
Prof Yunahar mengatakan Muhammadiyah pada usia 1 Abad ingin menjadi Syuhada dalam arti sebagai referensi/rujukan di Indonesia. Kedua, berkarakter moderat atau pada posisi di tengah-tengah (wasathiyah), adil dan seimbang. “Kita perlu hidup dengan seimbang di tingkat individu, masyarakat, bangsa serta dunia dan akhirat,” katanya. Untuk itu, lanjut Prof Yunahar, Muhammadiyah menolak paham radikalisme dan liberalisme. Ketiga, cerdas. Muhammadiyah tidak pernah berhenti mengembangkan pendidikan. Untuk itu karakter bangsa harus berorientasi pada keilmua dan pendidikan. Muhammadiyah telah berpartisipasi mendirikan 178 perguruan tinggi di Indonesia. Keempat, mandiri. Prof Yunahar juga sebagai saksi ahli Polri kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok menegaskan, protes besar umat Islam bukan hanya soal ucapan penistaan tetapi juga masalah kesenjangan ekonomi di Indonesia sudah memprihatinkan. Tidak ada kesenjangan yang panjang di dunia seperti di Indonesia.
Menurut Prof Yunahar, jika kesenjangan terus dibiarkan bisa mendatangkan aksi revolusi. Ekonomi kita dikuasai asing dan sekelompok orang, padahal umat Islam bagian terbesar dan memperjuangkan republik ini. Maka Muhammadiyah, lanjutnya, mendorong bangsa ini untuk mandiri dari intervensi asing dan upaya sekelompok orang menguasai aset negara.
Sebelumnya, Rektor UMSU Dr Agussani, MAP mengatakan pada Milad Muhammadiyah kali ini UMSU benar-benar maju bersama persyarikatan untuk memperkuat kualitas SDM masyarakat Sumatera Utara. Guna untuk mendorong pembentukan karakter bangsa ke depan dengan berbasis pendidikan, UMSU akan menyelenggarakan pendidikan Strata 1 PGSD dan Pendidikan Matematika serta Teknik Elektro (Strata 2) pada tahun 2017.
Sementara itu Ketua PW Muhammadiyah Sumut Prof Dr Hasyimsyah Nasution mengajak warga Muhammadiyah untuk tetap bersyukur dan terus melakukan gerakan sehingga masyarakat merindukan kehadiran Muhammadiyah karena memberikan rahmat.