PASCASARJANA-UMSU | Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang selalu konsen berupaya meningkatkan segala aspek yang menjadi bagian dari jihad pergerakannya, salah satunya adalah aspek pendidikan. Sekarang ini. Muhammadiyah memiliki banyak amal usaha dalam bidang pendidikan, termasuk pendidikan tinggi yang berjumlah 173 yang terdiri dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah/’Aisyiyah (PTMA).
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktiltibang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menginisiasi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Akademik dan Riset Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) dengan tema “Penguatan Mutu dan Inovasi PTMA di Era Revolusi Industri 4.0“ di Kampus Universitas Muhammadiyah Banjarmasin selama tiga hari 31 Agustus-2 September 2018.
Dengan Rakornas ini, Majlis Diktilitbang Muhammadiyah berharap bisa meningkatkan kerja sama antar PTMA. “Terutama dalam upaya meningkatkan budaya riset dan rangking Akreditasi skala nasional maupun internasional,” kata Prof Dr Linkolin Arsyad, Ketua Majlis Diktilitbang.
Dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), hadir dalam kegiatan ini WR I UMSU Dr Muhammad Arifin Gultom SH MHum.
Arifin mengutarakan, bahwa Rakornas PTMA di UM Banjarmasin membicarakan masalah-masalah akademik, khususnya terkait riset. Ia mengungkapkan, ternyatadari 173 PTMA budaya riset itu masih kurang, hal ini ditandai dengan yang masuk kluster beberapa PTM saja. “Jadi ingin ditingkatakan bagaimana budaya riset ini bisa merambah kepada semua PTM yang ada di Indonesia. Ini tak bisa ditawar-tawar lagi,” katanya.
Dari pembicaraan yang dibahas dalam acara tersebut, kata Arifin, terungkap bahwa penyebab masih rendahnya budaya riset di PTMA itu disebabkan oleh persoalan SDM. “Inilah persoalan yang krusial yang mendesak untuk ditangani,” jelasnya.
Kemuadian, lanjut Arifin, faktor lain adalah tentang keberadaan Jurnal Ilmiah yang masih begitu terbatas. Publikasi kita untuk internasional, meskipun memperlihatkan peningkatan, tapi belum merata. Keberadaan jurnal PTMA yang terakreditasi juga masih minim. “Makanya sempat muncul gagasan dalam acara tersebut untuk membuat semacam konsorsium PTMA terkait Jurnal Ilmiah itu,” sebutnya.
Yang paling urgen itu yang dibahas adalah soal Akreditasi PTM. Dari 170 PTMA baru lima yang Akreditasi A, sementara yang lain masih bervariasi, bahkan ada yang belum terakreditasi.
Karena itu, direkomendasikan bagaimana supaya ada pendampingan-pendampingan yang dilaksanakan oleh Majlisdikti PP Muhammadiyah. “Tapi kendati demikian, diharapkan juga Pimpinan PTMA memiliki kemauan untuk pro aktif memprakarsai dan menginisisasi upaya untuk peningkatan akreditasi ini,” kata Arifin.