Pascasarjana-UMSU || Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menegaskan, bahwa mengelola Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) tidaklah mudah. Rektor dan Pimpinan perguruan tinggi harus menyesuaikan dengan karakter dan kepribadian Persyarikatan.
“Mengelola dengan model kepemimpinan transformatif menjadi pilihan tepat,” ujar Haedar pada Kegiatan Leadership Training Pimpinan PTMA, Senin (17/1/2022).
Dikutip dari laman muhammadiyah.or.id Haedar Nashir menjelaskan, bahwa kepemimpinan transformatif itu meliputi tiga hal; pertama yakni tercermin dari sikap juga wibawa moral dan keteladanan.
Kedua, kemampuan mobilisasi potensi. “Bapak Ibu sekalian kalau maju ya jangan biarkan potensi itu seperti genangan danau. Harus kita bangkitkan menjadi atau kita kapitalisasi menjadi perubahan potensi yang kalau dalam bahasa sosiologi itu potensi laten itu harus kita ubah menjadi potensi manifest agar dia bisa berkembang,” jelas Haedar.
Ketiga, kemampuan mengagendakan perubahan. “Jangan pernah takut untuk membikin rancang bangun perubahan biarpun mungkin terasa berat,” sebutnya.
“Mengagendakan perubahan itu perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas. Perlu ada akselerasi, kapitalisasi, juga proyeksi masa depan kampus,” imbuhnya.
Beliau juga menceritakan upaya PP Muhammadiyah mendirikan Universiti Muhammadiyah Malaysia. Haedar mengaku butuh waktu yang lama dan perjalanan panjang agar kampus itu terwujud.
Haedar menuturkan, Malaysia merupakan negara yang sudah maju dan dalam beberapa malah Indonesia ketinggalan.
“Maka tidak ada salahnya di kawasan ASEAN kita memulai meletakkan pondasi. Tidak bisa kita bayangkan nanti 10-20 tahun bisa saja UMAM itu menjadi kekuatan yang diperhitungkan dan berkualitas dan harus mengarah ke sana. Kemudian perjuangan panjang yang juga paham bagaimana apa Muhammadiyah Australia College, yaitu itu akhirnya, akhirnya bisa dapat izin,” terangnya.
Haedar mengingatkan, Muhammadiyah perlu melebarkan sayap seluas-luasnya, karenanya ia meminta jangan berpikir bahwa seakan-akan mustahil untuk mewujudkannya.
Ditegaskannya, misi yang lebih besar yakni Islam berkemajuan tentu perlu didukung oleh lembaga dan perguruan tinggi Muhammadiyah. Internasionalisasi Muhammadiyah juga perlu dilakukan dengan penerjemahan buku-buku Muhammadiyah ke dalam bahasa Inggris, Prancis kemudian mungkin juga Tiongkok, Arab, Turki dan sebagainya.
“Jadi kita harus melintas batas, terpikir berlombalah, di samping menulis di jurnal dan sebagainya,” kata Haedar. (*)
